Average up dan Average down adalah salah satu metode atau cara membeli saham yang ingin kami sampaikan melalui sebuah tulisan kepada para investor pemula yang ingin membeli saham untuk tujuan / keperluan investasi. Tetapi sebelum kita bahas lebih lanjut tentang metode pembelian ini (average up dan average down) alangkah baiknya jika Anda baca tulisan kami sebelumnya yang membahas tentang mekanisme jual beli saham di Bursa Efek Indonesia.
Metode membeli saham |
Tetapi pada kesempatan kali ini bukan mekanisme membeli dan menjual saham yang akan kita bahas tetapi cara membeli dan menjual saham yang dapat membantu kita mendapatkan harga terbaik yaitu dengan cara apakah kita akan membelanjakan sekaligus modal yang kita miliki atau membelanjakannya secara bertahap dengan tujuan mendapatkan rata-rata harga beli saham yang lebih murah dan tentu dapat menjualnya kembali di harga yang lebih mahal.
Ketika kita membeli saham secara bertahap saat harga saham dalam kondisi downtrend maka metode ini kita sebut dengan istilah average down. Sedangkan ketika kita membeli saham secara bertahap saat harga saham mulai menanjak atau dalam kondisi uptrend maka metode pembelian ini kita sebut dengan istilah average up.
Mari kita buat ilustrasinya agar lebih cepat dipahami apa yang dimaksud dengan average up dan average down.
Untuk periode pembelian kita ambil contoh dimulai tanggal 20 April 2015 (Rp 7.650,-), 22 Juni 2015 (Rp 6.775,-), 10 Agustus 2015 (Rp 5.950,-), dan 28 September 2015 (Rp 4.975) seperti ditunjukkan gambar berikut ini (klik gambar untuk memperbesar dan memperjelas).
Karena Anda membelanjakan semua modal yang Anda miliki tadi sebanyak 4 kali transaksi maka Anda akan mendapatkan rata-rata harga beli saham ASII sebesar Rp 5.759,54. sebanyak 17300 lembar saham ASII.
Dan uang Anda masih sisa sebanyak Rp 360.000,-
Dan jika Anda menahan saham ASII sampai pada tanggal 17 April 2018 maka nilai saham ASII Anda di pasar telah meningkat menjadi Rp 7.625,- atau telah naik sebanyak 32,39% dan nilai ini setara dengan Rp 32.273.396,- sebagai keuntungan Anda selama 3 tahun penantian.
Atau jika Anda menjualnya pada tanggal 24 April 2017 maka nilai saham ASII Anda di pasar telah meningkat menjadi Rp 9.350,- (diambil dari nilai tertinggi) atau telah naik sebanyak 62,33% dan nilai ini setara dengan Rp 62.105.612,- sebagai keuntungan Anda selama 2 tahun penantian.
Mungkin Anda bertanya kenapa investasi selama 3 tahun keuntungannya lebih sedikit dibandingkan investasi selama 2 tahun? karena yang namanya harga saham pergerakannya memang selalu berfluktuasi dan tidak ada yang tahu kapan naik dan kapan turun jika Anda menjual saham ketika harga turun maka sudah dipastikan Anda akan mendapatkan kerugian dan juga berlaku sebaliknya jika Anda menjualnya ketika harga saham naik maka Anda akan mendapatkan keuntungan yang besar.
Nah, untuk mengatasi hal seperti tersebut diatas maka Anda harus mempunyai target investasi. Apakah itu mengenai besarnya return / keuntungan yang ingin Anda peroleh per tahun atau berapa lama jangka waktu investasi yang ingin Anda lakukan.
Dan tidak ketinggalan Anda memang harus mempelajari fundamental saham yang Anda akan beli terutama jika Anda ingin berinvestasi dalam jangka waktu yang lama. Karena harga saham selalu sama dengan nilai fundamental perusahaan. Jika dalam masa ke masa perusahaan selalu mendapatkan keuntungan maka harga sahamnya pun akan naik terus menerus dan hal ini juga berlaku sebaliknya.
Sebagai contoh saham yang buruk untuk kegiatan investasi adalah saham BUMI yang pergerakan harganya ditunjukkan oleh gambar berikut.
Siapa yang tidak akan menangis jika Anda sempat membeli saham BUMI dengan harga tertinggi yaitu Rp 8.750 pada tanggal 1 Juni 2008 dan masih memeganya sampai sekarang ini dengan harga saham dipasar sebesar Rp 282,- atau harganya telah turun sebanyak 96,78%. Jika Anda membeli saham BUMI pada waktu itu sebanyak Rp 100.000.000,- maka nilai modal Anda tadi menjadi sebesar Rp 3.220.000,- atau Anda menderita kerugian sebanyak Rp 96.780.000,-
Ketika Anda akan melakukan average down maka Anda harus berhati-hati karena tidak ada yang tahu sampai kapan harga sebuah saham akan terus turun seperti contoh pergerakan saham BUMI diatas. Sehingga lakukan average down hanya jika Anda yakin bahwa saham tersebut adalah saham yang secara fundamental bagus dan akan naik lagi harganya.
Sebagai contoh Anda mempunyai modal Rp 100.000.000,- dan akan membeli saham Bank BCA dengan kode BBCA sebanyak 4 (empat) kali transaksi dengan porsi pembelian masing-masing transaksi sebesar 10%, 20%, 30%, dan 40% atau jika kita uangkan sebesar 10 juta, 20 juta, 30 juta, dan 40 juta.
Untuk periode pembelian kita ambil mulai 27 Juni 2016 (Rp 12.650,-), 11 Juli 2016 (Rp 13.250,-), 18 Juli 2016 (Rp 13.825,-), dan 25 Juli 2016 (Rp 14.200,-) seperti ditunjukkan gambar berikut ini (klik gambar untuk memperbesar dan memperjelas).
Setelah Anda habiskan seluruh dana / modal tadi sebanyak 4 kali transaksi maka Anda pun mendapatkan harga saham rata-rata Bank BCA (BBCA) sebesar Rp 13.742,01 sebanyak 7200 lembar saham BBCA.
Dan uang Anda masih sisa sebanyak Rp 1.057.500,-
Jika saham BBCA Anda sampai sekarang ini 18 April 2018 belum Anda jual maka saham Anda dipasar telah meningkat menjadi Rp 22.775,- per lembar atau meningkat sebesar 65,73%. Jika diuangkan maka modal Anda telah meningkat menjadi Rp 163.977.405,25 ditambah sisa dana yang tidak dipakai trading sebanyak Rp 1.057.500,-.
Dalam hal ini Anda telah mendapatkan keuntungan dari investasi sebesar Rp 65.034.905,25 dalam kurun periode 27 Juni 2016 s/d 18 April 2018.
Pilih mana average up atau average down? jika Anda yakin bahwa sebuah saham ditopang dengan fundamental yang bagus maka Anda bisa menggunakan average down untuk membeli saham tersebut. Tetapi Anda harus yakin bahwa saham tersebut benar-benar ditopang dengan fundamental yang kuat dan sedang dalam kondisi undervalue.
Kenapa kita lebih harus berhati-hati ketika memakai metode average down dibandingkan ketika menggunakan average up. Hal ini disebabkan karena ketika sebuah harga saham turun / terkoreksi maka tidak ada yang tahu sampai kapan penurunan tersebut akan berhenti dan kondisi seperti ini biasanya yang akan mempengaruhi psikologis seorang trader / investor terutama bagia mereka yang masih pemula. Jika secara psikologis Anda mengerti bahwa kondisi ini adalah kondisi sementara saja maka Anda kemungkinan pasti mendapatkan untung tetapi jika tidak yang ada adalah Anda melakukan cut loss karena tidak sabar.
Tetapi perlu diingat bahwa saham yang didukung dengan fundamental bagus maka dia akan segera bangkit dari penurunan harga ketika harga sudah menyentuh level bawahnya karena banyak trader / investor yang sadar bahwa saham tersebut sudah layak dikoleksi.
Mari kita buat ilustrasinya agar lebih cepat dipahami apa yang dimaksud dengan average up dan average down.
Ilustrasi Average Down Saham
Misalnya Anda mempunyai modal sebesar Rp 100.000.000,- ingin Anda investasikan kedalam saham ASII (kebetulan waktu itu kondisi harganya sedang menurun) dan kemudian Anda menerapkan metode average down untuk mendapatkan saham ASII dengan harga terbaik sehingga Anda belanjakan modal tadi sebanyak 4 (empat) kali transaksi dengan porsi masing-masing transaksi sebesar 10%, 20%, 30%, dan 40% atau jika kita uangkan menjadi 10 Juta, 20 Juta, 30 Juta, dan 40 Juta Rupiah.Untuk periode pembelian kita ambil contoh dimulai tanggal 20 April 2015 (Rp 7.650,-), 22 Juni 2015 (Rp 6.775,-), 10 Agustus 2015 (Rp 5.950,-), dan 28 September 2015 (Rp 4.975) seperti ditunjukkan gambar berikut ini (klik gambar untuk memperbesar dan memperjelas).
Average down saham ASII |
Jumlah saham ASII dan total modal dibelanjakan |
Dan jika Anda menahan saham ASII sampai pada tanggal 17 April 2018 maka nilai saham ASII Anda di pasar telah meningkat menjadi Rp 7.625,- atau telah naik sebanyak 32,39% dan nilai ini setara dengan Rp 32.273.396,- sebagai keuntungan Anda selama 3 tahun penantian.
Atau jika Anda menjualnya pada tanggal 24 April 2017 maka nilai saham ASII Anda di pasar telah meningkat menjadi Rp 9.350,- (diambil dari nilai tertinggi) atau telah naik sebanyak 62,33% dan nilai ini setara dengan Rp 62.105.612,- sebagai keuntungan Anda selama 2 tahun penantian.
Average Down Saham ASII |
Nah, untuk mengatasi hal seperti tersebut diatas maka Anda harus mempunyai target investasi. Apakah itu mengenai besarnya return / keuntungan yang ingin Anda peroleh per tahun atau berapa lama jangka waktu investasi yang ingin Anda lakukan.
Dan tidak ketinggalan Anda memang harus mempelajari fundamental saham yang Anda akan beli terutama jika Anda ingin berinvestasi dalam jangka waktu yang lama. Karena harga saham selalu sama dengan nilai fundamental perusahaan. Jika dalam masa ke masa perusahaan selalu mendapatkan keuntungan maka harga sahamnya pun akan naik terus menerus dan hal ini juga berlaku sebaliknya.
Sebagai contoh saham yang buruk untuk kegiatan investasi adalah saham BUMI yang pergerakan harganya ditunjukkan oleh gambar berikut.
Pergerakan harga saham BUMI |
Ketika Anda akan melakukan average down maka Anda harus berhati-hati karena tidak ada yang tahu sampai kapan harga sebuah saham akan terus turun seperti contoh pergerakan saham BUMI diatas. Sehingga lakukan average down hanya jika Anda yakin bahwa saham tersebut adalah saham yang secara fundamental bagus dan akan naik lagi harganya.
Ilustrasi Average Up Saham
Secara mekanis membeli saham secara average up sama dengan membeli saham secara average down yaitu sama-sama membeli saham secara mencicil atau bertahap. Hanya saja membeli saham secara average up dilakukan ketika harga bergerak naik terus menerus. Misalkan saja Anda menemukan sebuah saham yang mempunyai fundamental bagus dan kemudian Anda membelinya secara bertahap.Sebagai contoh Anda mempunyai modal Rp 100.000.000,- dan akan membeli saham Bank BCA dengan kode BBCA sebanyak 4 (empat) kali transaksi dengan porsi pembelian masing-masing transaksi sebesar 10%, 20%, 30%, dan 40% atau jika kita uangkan sebesar 10 juta, 20 juta, 30 juta, dan 40 juta.
Untuk periode pembelian kita ambil mulai 27 Juni 2016 (Rp 12.650,-), 11 Juli 2016 (Rp 13.250,-), 18 Juli 2016 (Rp 13.825,-), dan 25 Juli 2016 (Rp 14.200,-) seperti ditunjukkan gambar berikut ini (klik gambar untuk memperbesar dan memperjelas).
Average Up saham BBCA |
Jumlah saham BBCA dan total modal dibelanjakan |
Jika saham BBCA Anda sampai sekarang ini 18 April 2018 belum Anda jual maka saham Anda dipasar telah meningkat menjadi Rp 22.775,- per lembar atau meningkat sebesar 65,73%. Jika diuangkan maka modal Anda telah meningkat menjadi Rp 163.977.405,25 ditambah sisa dana yang tidak dipakai trading sebanyak Rp 1.057.500,-.
Dalam hal ini Anda telah mendapatkan keuntungan dari investasi sebesar Rp 65.034.905,25 dalam kurun periode 27 Juni 2016 s/d 18 April 2018.
Pilih mana average up atau average down? jika Anda yakin bahwa sebuah saham ditopang dengan fundamental yang bagus maka Anda bisa menggunakan average down untuk membeli saham tersebut. Tetapi Anda harus yakin bahwa saham tersebut benar-benar ditopang dengan fundamental yang kuat dan sedang dalam kondisi undervalue.
Kenapa kita lebih harus berhati-hati ketika memakai metode average down dibandingkan ketika menggunakan average up. Hal ini disebabkan karena ketika sebuah harga saham turun / terkoreksi maka tidak ada yang tahu sampai kapan penurunan tersebut akan berhenti dan kondisi seperti ini biasanya yang akan mempengaruhi psikologis seorang trader / investor terutama bagia mereka yang masih pemula. Jika secara psikologis Anda mengerti bahwa kondisi ini adalah kondisi sementara saja maka Anda kemungkinan pasti mendapatkan untung tetapi jika tidak yang ada adalah Anda melakukan cut loss karena tidak sabar.
Tetapi perlu diingat bahwa saham yang didukung dengan fundamental bagus maka dia akan segera bangkit dari penurunan harga ketika harga sudah menyentuh level bawahnya karena banyak trader / investor yang sadar bahwa saham tersebut sudah layak dikoleksi.