Tujuan kita belajar analisis makro ekonomi disini adalah memahami bagaimana kondisi pasar saham sangat dipengaruhi oleh kondisi makro ekonomi sebuah negara yaitu Indonesia.
Ketika kita memahami kondisi makro ekonomi negara kita yaitu Indonesia maka kita akan mempunyai gambaran yang jelas bagaimana kondisi pasar saham saat ini atau kedepannya sehingga kita pun dapat memutuskan secara tepat akan berinvestasi di instrumen keuangan yang mana apakah itu di saham, forex, reksadana, obligasi, atau deposito.
Analisis Makroekonomi |
Ketika kita memahami kondisi makro ekonomi negara kita yaitu Indonesia maka kita akan mempunyai gambaran yang jelas bagaimana kondisi pasar saham saat ini atau kedepannya sehingga kita pun dapat memutuskan secara tepat akan berinvestasi di instrumen keuangan yang mana apakah itu di saham, forex, reksadana, obligasi, atau deposito.
Untuk melihat kondisi makro ekonomi negara kita bisa melihatnya melalui indikator Inflasi dan Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product (GDB).
GDP atau PDB adalah indikator kekuatan ekonomi sebuah negara yang menyatakan besarnya nilai barang dan jasa yang dihasilkannya tanpa mempertimbangkan asal negara perusahaannya dalam kurun waktu tertentu dan disampaikan secara bulanan, kuartal, dan tahunan.
Semakin besar nilai PDB semakin kuat ekonomi sebuah negara dan semakin bertumbuh nilai GDP atau PDB dari tahun ke tahun (dalam satuan persen) maka semakin baik kondisi ekonomi negara tersebut.
Ketika pertumbuhan ekonomi berada dalam kondisi bullish maka pasar saham pun dalam kondisi bullish juga karena semakin banyak investor yang menginvestasikan uangnya di pasar saham karena yakin perusahaan yang dibeli sahamnya akan tumbuh secara positif.
Berbeda halnya ketika GDP atau PDB dalam kondisi sebaliknya yaitu bearish maka banyak investor yang wait and see atau menunggu kondisi ekonomi hingga membaik dengan cara menarik diri dari pasar saham sehingga pasar saham pun dalam kondisi terkoreksi atau bearish.
Selain GDP atau PDB ternyata ada indikator lain yang dapat digunakan untuk memonitor kondisi makro ekonomi sebuah negara yaitu tingkat inflasi.
Bisa Anda lihat tabel diatas khususnya pada tahun 2008 yang menunjukkan adanya kenaikan tingkat inflasi sebesar 11.06% dengan tahun sebelumnya adalah sebesar 6.59% (2007). Ketika terjadi kenaikan inflasi yang tinggi maka pasar saham pun juga terkoreksi tinggi yaitu sebesar -50.64% yaitu hampir sama dengan besarnya kenaikan tingkat inflasi.
Pada tahun 2008 diatas sebenarnya inflasi atau krisis yang terjadi tidak hanya dialami oleh Indonesia tetapi juga negara-negara lain akibat adanya subprime mortgage Amerika. Jika Anda belum tahu apa itu krisis subprime mortgage silahkan baca dulu krisis 2008 subprime mortgage Amerika Serikat.
Jadi bisa disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat inflasi maka semakin besar koreksi yang terjadi di pasar saham karena hal ini akan berpengaruh terhadap kebijakan pemerintah dalam hal kenaikan atau penurunan tingkat suku bunga melalui Bank Indonesia yang kemudian perubahan tingkat suku bunga ini akan mempengaruhi besarnya beban perusahaan.
Jika ingin penjelasan lebih jelas maka Anda bisa membacanya di pengaruh inflasi terhadap harga saham.
Jika Anda juga ingin tahu pengaruhnya kondisi makro ekonomi terhadap pasar forex silahkan juga baca indikator makro ekonomi trading forex.
Jadi, intinya adalah analisis makro ekonomi ini kita gunakan sebagai acuan dalam memutuskan apakah kita akan tetap mempertahankan portofolio saham kita atau menjualnya. Dan dengan mengetahui kondisi makro ekonomi negara kita ini maka akan semakin jelas kenapa portofolio saham kita mengalami koreksi atau kenaikan harga.
Berbeda halnya ketika GDP atau PDB dalam kondisi sebaliknya yaitu bearish maka banyak investor yang wait and see atau menunggu kondisi ekonomi hingga membaik dengan cara menarik diri dari pasar saham sehingga pasar saham pun dalam kondisi terkoreksi atau bearish.
Selain GDP atau PDB ternyata ada indikator lain yang dapat digunakan untuk memonitor kondisi makro ekonomi sebuah negara yaitu tingkat inflasi.
Bisa Anda lihat tabel diatas khususnya pada tahun 2008 yang menunjukkan adanya kenaikan tingkat inflasi sebesar 11.06% dengan tahun sebelumnya adalah sebesar 6.59% (2007). Ketika terjadi kenaikan inflasi yang tinggi maka pasar saham pun juga terkoreksi tinggi yaitu sebesar -50.64% yaitu hampir sama dengan besarnya kenaikan tingkat inflasi.
Pada tahun 2008 diatas sebenarnya inflasi atau krisis yang terjadi tidak hanya dialami oleh Indonesia tetapi juga negara-negara lain akibat adanya subprime mortgage Amerika. Jika Anda belum tahu apa itu krisis subprime mortgage silahkan baca dulu krisis 2008 subprime mortgage Amerika Serikat.
Jadi bisa disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat inflasi maka semakin besar koreksi yang terjadi di pasar saham karena hal ini akan berpengaruh terhadap kebijakan pemerintah dalam hal kenaikan atau penurunan tingkat suku bunga melalui Bank Indonesia yang kemudian perubahan tingkat suku bunga ini akan mempengaruhi besarnya beban perusahaan.
Jika ingin penjelasan lebih jelas maka Anda bisa membacanya di pengaruh inflasi terhadap harga saham.
Jika Anda juga ingin tahu pengaruhnya kondisi makro ekonomi terhadap pasar forex silahkan juga baca indikator makro ekonomi trading forex.
Jadi, intinya adalah analisis makro ekonomi ini kita gunakan sebagai acuan dalam memutuskan apakah kita akan tetap mempertahankan portofolio saham kita atau menjualnya. Dan dengan mengetahui kondisi makro ekonomi negara kita ini maka akan semakin jelas kenapa portofolio saham kita mengalami koreksi atau kenaikan harga.